Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

ketika ali imron memperagakan cara merakit bom

Denpasar,- Di Mapolda Bali, puluhan polisi dan wartawan melongo, kadang cekikikan, menyaksikan ulah Ali Imron alias Ale selama satu setengah jam mempresentasikan cara merakit bom. Apa saja keunikan isi penuturan dan perilaku adik kandung Ali Gufron alias Muklas dan Amrozi ini?

RIZAL HUSEN, Denpasar

GABUNGAN cerdas, cuek, dan percaya diri. Itulah yang bisa dipetik saat menyaksikan perilaku seorang Ale dalam rekonstruksi perakitan bom yang menyalak di Jalan Legian, Kuta, Bali, 12 Oktober lalu. Tanpa melihat buku, Ale bisa menjelaskan secara detail bom maut yang merenggut ratusan nyawa itu.



Soal presentasi, jangan bayangkan Ale laiknya seorang dosen ilmu pasti yang -kadang- bertampang sok pinter dan serius. Ale menjelaskan cara merakit bom itu dalam tutur lucu, perilaku cuek, tapi tetap percaya diri.

Yang jelas Ale memang tampak begitu lihai memaparkan kepiawaiannya merakit bom. Sampai-sampai Ketua Tim Investigasi Bom Bali Irjen Pol I Made Mangku Pastika geleng-geleng kepala. Di luar dugaan, laki-laki 36 tahun yang kerap pakai sandal jepit ini sangat menguasai soal bom. Namun, Ale tetap tak bisa meninggalkan keluguannya sebagai orang desa.

Lihat saja gayanya ceramah. Cara mempresentasikannya unik, tapi runtut, jelas, dan dapat dimengerti. Uniknya, cara Ale presentasi persis seperti guru yang sedang mengajari muridnya. Untuk sementara wartawan dan polisi terpaksa jadi muridnya.

Dengan logat Jawa yang kental, suara Ale kian terdengar lucu. Berulang-ulang dia membikin wartawan dan polisi tertawa terbahak-bahak. “Untuk persiapan bom mobil, yang harus ada adalah mobilnya. Sebab, kalau tidak ada mobil, namanya bukan bom mobil,” kata Ale spontan yang disambut tawa puluhan wartawan dan polisi.

Menggenggam mikrofon, suara Ale sangat jelas terdengar. Mula-mula, dia berdiri ke tengah kurang lebih 1 meter dengan wartawan. Lalu Ale mulai menjelaskan cara merakit bom. “Jadi begini, bom yang digunakan untuk meledakkan Legian, tidak sembarangan. Pengin tahu apa saja bahannya (disahuti wartawan secara kompak … pengin), mari saya tunjukkan,” lanjut Ale sambil memutar badannya ke arah tumpukan 48 bak filling cabinet yang sudah disiapkan polisi di dekat posisi Ale berdiri.

Kalau biasanya Ale digiring-giring polisi, kali ini dia yang gantian memerintah polisi. Betapa tidak. Di depan sorotan lampu kamera televisi dan kilat foto, Ale justru makin percaya diri. Dia tak sungkan-sungkan lagi minta ini dan itu kepada polisi. Bahkan, polisi dengan sukarela jadi asistennya. Misalnya, untuk menyiapkan potongan isolasi, menyediakan air minum, dan membantu Ale memasang filling cabinet.

Saat mulai masuk materi kabel dan bahan peledak, Ale mulai senang melontarkan joke segar pengundang tawa. Saat itulah dia menjelaskan fungsi detonating cord. “Ingat nulisnya, detonating cord..C..O..R..D. Sebab, saya khawatir banyak yang nggak bisa nulis,” ucapnya.

Lainnya saat dia menjelaskan tentang black powder. “Apa saja isi black powder itu? Nah, black powder itu berisi potasium klorat, belerang, bubuk aluminium, dan TNT. Itulah komposisi bahan peledak yang disebut black powder, jelas ya?” paparnya dengan mimik wajah serius.

Jelas, gaya presentasi khas Ale itu terus mengundang senyum dan tawa. Istilah-istilah Jawa juga kerap muncul dari omongan Ale. Misalnya, dia mengatakan kalau bikin bahan peledak nggak iso kesusu, kudu alon-alon (tidak bisa terburu-buru, harus pelan-pelan, Red.).

Karena polisi memberikan kesempatan bebas kepada wartawan untuk bertanya, maka hal itu tidak disia-siakan. Seorang wartawan menanyakan bagaimana cara kerja bom, Ale dengan santai menjawab, “Sebentar jangan buru-buru, nanti saya jelaskan. Ini ada urut-urutannya mas. Tenang saja, nanti pasti sampai ke situ.”

Ale tak mempedulikan siapa wartawan yang bertanya tadi. Gayanya benar-benar seperti seorang guru yang sedang memberi tambahan pelajaran kepada murid-muridnya. Dengan telaten Ale menerangkan fungsi masing-masing alat yang terkait dengan bahan peledak.

Kurang lebih 15 menit memaparkan soal bahan peledak, Ale kembali mengulangi penjelasannya. “Nah, jadi sudah jelas ya? Unsur bom yang dipakai ini menggunakan black pow… (disahuti wartawan .. der). Ya, jadi sudah jelas,” imbuhnya tanpa menghiraukan cekikikan wartawan yang gemes melihat ulahnya itu. “Terus, supaya bom bisa meledak maka harus ada unsur TN….T,” ujarnya sambil tersenyum.

Ale tampak sangat bersemangat memberikan penjelasan soal bom. Tanpa ragu-ragu sedikitpun, Ale mengangkat dua rak filling cabinet untuk dibawa ke tengah, lalu dia jongkok memperlihatkan cara melubangi rak dan memasang detonating cord di dalamnya. Sejumlah polisi berpakaian preman yang mengawasinya dari jarak dua meter jadi salah tingkah. Bahkan, saking semangatnya, Ale tak menyadari kalau dirinya adalah seorang tahanan.

Dengan enaknya, dia mengambil gunting kertas yang digenggam polisi. Awalnya, polisi yang memegang gunting itu bingung. Dia sempat mencegahnya, tapi Kadirserse Polda Bali Kombes Pol Edi Kusuma memberi isyarat agar membiarkan Ale berbuat sesukanya. Akhirnya, gunting itu diberikan kepada Ale. Bahkan, Ale berani mengatur polisi yang memerankan Jimmy alias Iqbal I dan Ferry alias Iqbal II. Ale yang membetulkan cara duduk kedua polisi itu.

Pastika diam saja dan tidak berkomentar apa-apa menyaksikan ulah Ale. Dengan cueknya Ale meletakkan kotak yang diibaratkan Firing Device itu ke pangkuan salah polisi itu. Begitu seriusnya, Ale tidak menghiraukan keringat yang meleleh di leher dan keningnya.

Dia terus saja memperagakan bagaimana dia dan komplotannya merakit bom yang dilakukan di rumah kontrakan Jl Pulau Menjangan No. 18 Denpasar.

Salah seorang polisi berinisiatif memberinya segelas air minum. “Ali minum dulu,” kata polisi itu.

Ale menjawab, “Ya, Pak, taruh di situ saja.”

Dia tak menoleh ke arah polisi yang memberinya air. Saat itu, Pastika sempat berkomentar, “Lho, Ali Imron kan puasa. Ali, kamu puasa ya?” tanya Pastika.

Lagi-lagi tanpa menoleh Ale menjawab, “Tidak, Pak.” Rupanya, Ale haus juga. Beberapa menit kemudian, dia bilang mau minum dulu. Setelah itu, dia memperagakan cara merangkai kabel detonating cord disambung dengan detonator. Saat itu, posisi Ale menyamping arah kamera wartawan.

Salah seorang wartawan, berteriak memanggil namanya. Tujuannya agar Ale menoleh dan wartawan itu bisa mengambil gambarnya. Apa reaksi Ale?

Dia hanya menoleh sebentar dan berkomentar, “Mas, kalau lagi nyambung detonating cord seperti ini nggak bisa noleh.” Setelah nyambung, dia berdiri ke arah wartawan.

Di mana detonating cord itu didapat? Ale hanya mengaku, kabarnya dari Filipina. Di Indonesia detonating cord tidak dijual bebas. “Yang bawa detonating cord ke sini kan Dul Matin. Ya, kalau mau tahu di mana belinya, tanya saja sama dia,” ujarnya enteng.

Sesekali dia membasuh keringat di kening dan leher menggunakan tangannya. Setelah presentasi selesai, Ale mengambil gelas minuman dan menghabiskannya. Beberapa polisi langsung mendekatinya dan membawanya ke keluar. Tidak sedikit wartawan yang berusaha menanyainya, tapi Ale tak mau menjawab satu pun pertanyaan yang dilontarkan wartawan.

Dia dikawal ketat sampai turun ke lantai I dan langsung dimasukkan ke mobil rantis milik Brimob yang akan membawanya ke lokasi rekonstruksi.(jpnn)

sumber:www.pontianakpost.com



Post a Comment for "ketika ali imron memperagakan cara merakit bom"